Sudahkah Anda membaca hari ini? Buku apa yang Anda baca? Kita sering
mendengar kalimat membaca pangkal pandai. Sudahkah membaca menjadi
rutinitas harian kita?
Kalau kita tengok para pendiri bangsa
Indonesia, mereka adalah orang-orang yang gemar membaca. Bung Karno,
Bung hatta, Sutan Sjahrir mereka begitu dekat dengan buku. Kedekatan
dengan buku membuat mereka berwawasan luas dan berpikiran besar.
Kita
tidak mungkin berdiskusi tanpa membaca dulu sebelumnya. Dengan membaca
perdebatan dalam diskusi menjadi lebih bermutu dan tetap relevan dibaca.
Ada
cerita betapa dekatnya pendiri bangsa dengan buku. Bung Hatta
menjadikan buku karangannya, Alam Pikiran Yunani sebagai hadiah
pengantin untuk isterinya. Seorang penyair dari Padang pernah berkata
tentang Bung Hatta, “Dia orang besar dan hidupnya seperti buku yang tak
akan tamat dibaca.”
Untuk
mencapai tahap minat baca, orang terlebih dulu melewati tahapan
kemampuan membaca.”Sebelum minat tumbuh, kemampuan membaca dulu yang
ditumbuhkan.” Kata Ibu Oom. Karena kemampuan membaca itu bukan bawaan
sejak lahir maka harus dilatih.
Ada proses yang dilewati untuk
mewujudkan kondisi gemar membaca. Proses yang dibina dari lingkungan
terkecil. Keluarga merupakan lingkungan terkecil untuk membina dan
mewujudkan gemar membaca.
“Political will (regulasi)
supaya terwujud budaya baca pun sangat penting. Pemerintah lewat
kebijakan yang dikeluarkan bisa mendorong ke arah terwujudnya budaya
baca.” Kata Oom. Upaya guna mewujudkan budaya baca pada akhirnya menjadi
tugas bersama, baik itu keluarga, lingkungan sekolah sampai pada
pemerintah.
Menurut data UNCEF, minat baca orang Indonesia
tergolong rendah. Kalau dipresentasekan ada pada 0,01 pesen. “Artinya di
Indonesia satu buku di baca oleh seribu orang.” Tambah Ibu Oom.
tampaknya ini terkait dengan kebiasaan kita yang lebih memilih ke pusat
perbelanjaan ketimbang toko buku atau perpustakaan dikala waktu
senggang.
Mengembalikan Fungsi Pepustakaan
Allah
SWT menurunkan wahyu kepada Rasulullah SAW denga ayat pertama berbunyi
“iqra”, bacalah, bacalah dengan menyebut Tuhan yang Maha Pemurah.
“Jelaslah, manusia diciptakan untuk membaca. Bukan sekedar membaca teks
tapi juga lingkungan, alam sekitar,” papar Oom.
Perkembangan
teknologi informasi dewasa ini, di satu sisi ada peluang dan juga
ancaman. Peluang untuk kita mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dan
seluas-luasnya. Ancaman ketika digunakan secara tidak bijak dan etis.
“Kita harus cerdas informasi juga cerdas media,” ungkap Oom.
“Itu
juga bagian dari membaca. Membaca lingkungan. Tren teknologi saat ini
kita ikuti. Tapi dalam menggunakannya kita harus bijak dan etis. Orang
yang bijak dan etis tentu akan dapat mempertanggungjawabkan apa yang
dilakukannya.”
Informasi juga bisa kita dapatkan di perpustakaan.
Melalui buku-buku yang ada di perpustakaan, menjadikan informasi
sebagai sumber kekuatan. Karena salah satu fungsi dari perustakaan
adalah sebagai fungsi informatif.
Di perpustakaan juga kita bisa
belajar. Ada pertarungan dialektika di sana. Lewat buku-buku kita
membangun karakter. Buku kerap kita anggap “tidak ramah”. Kita malas
membeli buku karena harganya kelewat mahal. Oleh sebab itu perpustakaan
menjadi solusi bagi mereka yang haus akan ilmu pengetahuan.
Sudah
saatnya kita mulai melestarikan budaya membaca. Hari ini banyak cara
dikembangkan agar membaca menjadi sesuatu yang menyenangkan. Misalnya,
lewat lagu yang membangkitkan gairah untuk membaca. Seperti yang
dilakukan Oom dan Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB). Mereka
merilis album yang berisi lagu-lagu untuk menumbuhkan semangat membaca.
Membaca disajikan dengan se-rekreatif mungkin dan tidak menjemukan. So, siapa lagi yang menyusul?
0 komentar:
Posting Komentar